Senyuman itu. Aku
seperti dibawa terbang melayang – layang oleh karpet aladin kembali kemasa 6
tahun yang lalu. Masa dimana aku selalu melihat senyuman manis kamu. Kamu yang
selalu hadir dengan senyuman itu, selalu berhasil membuat suasana hati aku dari
yang kelabu jadi seru. Kenapa aku terdiam terpaku melihat wajah kamu yang
muncul dari kejauhan dibalik pepohonan. Bahkan dibandingkan pohon sakurapun
pesona kamu jauh lebih menarik. Saat itu. Sorry, saat itu. Entahlah, sebenarnya
aku ga ingin ungkapkan pernyataan itu. Tapi ada apa dengan diriku. Dapat dengan
mudah untuk mengagumi berat kamu tapi dengan mudah juga melupakan kamu. Entah
kesalahan aku atau kesalahan kamu. Tapi yang paling terpenting, saat itu kamu
mampu memukau perhatian aku. Perhatian yang hanya bisa memperhatikan senyuman
diwajah kamu. Kamu tampak beda. Beda dari 6 tahun yang lalu ketika aku masih
dengan mudahnya ngegombalin kamu atau ngambek sama kamu. Kamu terlalu asyik
untuk aku mainin. Padahal iya. Aku ngaku salah. Tapi sekali lagi, kamu tampak cantik
dengan tatanan hijab penutup kepala itu. Mungkin akan
sangat berbeda kalo saja kita setiap harinya bertemu. Tapi kali ini. Kita yang
sudah bertahun – tahun ga pernah bertemu, muka kamu ada didepan pandangan aku. Itulah
salah satu alasan kenapa kamu dapat dengan mudah menarik perhatian aku.
Sebenarnya aku masih ingin berbincang banyak dengan kamu.
Tapi aku malu. Aku rasa kamupun begitu. Apasih yang membuat kita harus jadi
seperti ini. Toh dulu juga hubungan kita ga pernah jelas. Kenapa sekarang juga
ga jelas?. Entahlah ini salah aku atau salah kamu. Aku masih ingin duduk
disamping kamu dengan alunan music klasik yang dimainkan salah satu teman kita
dulu. Suasana itu cukup terasa romantis. Tapi sayangnya kita ga ada hubungan
apa – apa. Kalo aja kamu pasangan aku, saat itu mungkin waktu yang tepat untuk
mengutarakan semua perasaan sayang aku dan diakhiri dengan pemberian bunga
mawar merah teruntuk kamu. Sekali lagi sayangnya kamu bukan siapa – siapa aku.
Parahnya lagi aku sudah ada yang punya. Ssstttt. Cukup ga perlu diperjelas. Iya
aku akuin, aku jahat. Yang berani – beraninya curi pandang ke kamu atau bahkan
kita terbuai mesra dengan suasana. Sedangkan wanita disana yang faktanya
kekasihku ga pernah tau apa yang terjadi saat ini. Tapi aku masih ingin nikmatin moment indah ini bersama kamu. Kamu masih
asik untuk aku mainin sampai saat ini.
Kenapa kamu lebih banyak menunduk? Kenapa kamu hanya
sesekali melihat wajah aku? Kenapa kamu ga pernah ngajak aku untuk
membincangkan topik tentang kita? Kenapa kamu lebih senang berada diantara
teman – teman kamu sedangkan ada aku? Kenapa kamu masih sama seperti dulu?
Itulah sayang, kenapa dari dulu kamu ga pernah jadi milik aku. Karna kamu
terlalu sulit buat aku. Terlalu banyak teka – teki yang kamu permainkan untuk
aku. Terlalu sering aku harus mengejar – ngejar kamu. Terlalu lama aku harus
menunggu kamu. Makanya entah salah aku atau salah kamu? Pertanyaan itu sampai
sekarangpun aku belum tau jawabannya. Mungkin akan terjawab ketika kita benar –
benar jodoh.
Selama bertahun – tahun kita ga pernah berbincang –
bincang. Tenyata kita masih asik sama seperti dulu. Asik seperti dulu?? Ah aku
rasa biasa aja. Asik hanya sementara, sesudah itu aku lupa kamu lagi. Aku
memang kejam, aku jahat. Tapi wanita seperti kamu banyak diluar sana yang bisa
dengan mudah aku milikin. Ada apa dengan kamu? Sebegitu sulitnya aku mengejar
cinta kamu. Apa kurang membuktikan kalo dulu cinta aku benar sungguhan. Kadang
kamu respect tapi kadang kamu mencurigakan. Meskipun kamu sering berkata “don’t
give up on me”, tapi maaf sayang, rasa capeku sudah melayang - layang. Ketika aku
sudah menyerahpun, kamu ga pernah ada usaha mempertahankan aku untuk tetap mencintai
kamu. Kamu hanya terdiam, menerima semuanya begitu saja. Seolah – olah kamu
yakin suatu saat nanti kamu bakal menemukan seseorang yang seperti aku. Buktinya
sampai sekarangpun kamu masih menyendiri. Dan masih berharap dengan aku. Nyatanya
sekali lagi aku hanya laki – laki biasa. Yang bisa aku mencintai siapa saja. Termasuk
kamu.
Waktu itu aku beranikan diri untuk menghubungi kamu lagi
lewat telfon. Kamu yang jawab. Dari kejauhan itu suara kamu. Aku masih kenal
betul. Kamu masih sama asiknya seperti dulu. Asik untuk aku mainin. Sewaktu –
waktu ketika aku benar – benar rindu dengan kamu, hanya itu yang bisa aku
lakukan. Menelfon kamu. Hanya untuk beberapa saat saja setelah itu kamu dengan
mudahnya aku lupakan. Tidak dengan kamu kan? Kamu masih merindukan aku disetiap
hari di kesendirian kamu. Bahkan kamu bisa menunjukkan titik lemah kamu yang bisa
aku simpulkan bahwa kamu masih mengharapkan aku. Kamu ga rela kalo kita
telfonan hanya untuk beberapa menit saja. Seringkali aku cari – cari masalah
dengan kamu hanya untuk mengakhiri perbincangan kita. Cukup simpelkan. Tapi
nyatanya suara kamupun masih terdengar meminta – minta aku untuk tidak menutup
telfonnya. Sorry. Aku memang jahat. Aku tutup telfonnya untuk membuktikan bahwa
benar kamu masih berharap dengan aku. Meskipun setelah aku mengakhiri
perbincangan itu, kamu ga pernah mengirim pesan untuk meminta aku menghubungi
kamu lagi. Kamu memang jual mahal. Dan memang mahal. Sekalipun kamu ga pernah
mendahulukan untuk menghubungi aku. Tapi ketika aku hadir dihidup kamu. Seolah –
olah kamu tidak siap untuk kehilangan aku. Cara kamu bertahan untuk menjaga
suatu kemahalan memang patut aku angcungin jempol. Kamu bisa bertahan. Sekali
lagi kamu terlalu mahal dan terlalu asik untuk aku permainkan.
Kamu memang sulit untuk aku dapatkan. Tapi kesan yang aku
buat dari cerita dulu terlalu sulit untuk kamu lupakan. Ya kan? Tenyata cerita
aku menyimpan kesan tersendiri dihati kamu. Kamu yang terlalu jual mahal.
Sehingga aku harus memutuskan. Maaf kalau sakarang aku cukup menjengkelkan. Tapi
aku hanya ga mau kamu lupakan.
Sudahlah, aku tidak akan mengingat – ingat masa itu lagi.
Nyatanya kamu masih ada sejauh mataku memandang. Dan kamu masih mempesona dengan
senyuman manis itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar